DARI NON GURU MENJADI GURU SEJATI

Sewaktu SMA dulu, kira-kira tahun 1999 saya ditanya oleh seorang Guru katanya “Ndi, kalau tamat SMA kamu mau lanjut dimana? Atau kerja dimana?”, saya diam sejenak dan memikirkan jawaban untuk Guru tersebut, lalu saya jawab “saya mau jadi ilmuan atau polisi pak”, kemudia Guru tersebut bertanya kembali, “kamu tidak mau jadi guru kah?”, hehe … saya tertawa tetapi tidak memberikan jawaban apa-apa, kemudia sang guru tersebut pergi ke kantor Guru.  Pikir saya adalah apakah seorang guru itu hidup sejahtera ya, kelihatannya guru-guru saya pada saat itu tidak ada yang kehidupannya berlebihan atau berkecukupan, rata-rata dari mereka malah belum memiliki rumah pribadi, masih tinggal di rumah dinas atau kontrakan, sunggguh kehidupan yang tidak mengenakan bagi saya.

Saya terinspirasi melihat orang-orang berdasi dan dengan pakaian yang sangat rapi, saya sangat tertarik untuk menjadi seperti mereka, makanya saya melanjutkan studi di Akademi Bahasa Asing, memilih jurusan Bahasa Inggris, dengan maksud bisa bekerja di Hotel dan betemu banyak orang. Kurang lebih 3 tahun saya menyelesaikan kuliah tetapi tidak sampai disitu saja, D3 yang saya peroleh sepertinya kurang, lalu saya lanjut lagi kuliah di strata satu manajemen dan semua terselesaikan dengan baik, saya mendapatkan ijazah D3 dan S1 dan  buat saya itu cukup untuk mencari sebuah pekerjaan yang saya impikan.

Tibalah saatnya bagi saya untuk mengabdikan diri kepada masyarakat, Negara dan Bangsa dengan gelar sarjana yang saya miliki, saya pulang ke kampung halaman yang pada saat itu memang sudah menjadi ibu kota sebuah kabupaten. Saya bertemu dengan seorang bapak yang juga merupakan guru bahasa inggris di sebuah SMP yang ada di kota tempat saya tinggal, dia bermaksud mengajak saya bergabung untuk mengajar bahasa inggris, tawaran tersebut langsung saya terima karena saya memang belum mempunyai pekerjaan apapun, dengan status sebagai guru honorer saya mulai mengajar bahasa inggris, saya merasakan sesuatu yang luar biasa sekali, rasanya ini lah dunia kerja saya yang saya inginkan bertemu dengan banyak orang yaitu siswa-siswi, rekan-rekan guru dan bekerja hanya separuh waktu, mengajar hanya pada jam nya saja, wow … this’s my world.

Dari hari ke hari saya tambah semangat, saya banyak belajar lagi, bergaul dan bercanda dengan siswa-siswi yang begitu imut dan lucunya membuat saya semakin mencintai pekerjaan sebagai Guru di sekolah itu. Karena semangatnya saya sampai lupa bel sekolah dan tidak terasa hingga akhir pelajaran saya terus berbicara dan mengajarkan materi pelajaran kepada siswa-siswi didikan saya.

Setelah sebulan saya mengajar di sekolah tersebut, banyak sekali hal baru dan manfaat yang saya dapatkan, terutama dapat mempelajari tiap karakter siswa didik yang sangat berlainan satu dengan yang lainnya. Hingga pada awal bulan kedua saya mengajar saya di berikan honor, alangkah terkejutnya saya melihat slip gaji atau honor yang saya peroleh hanya sebesar Rp. 140.000,-, oh … alangkah sedikitnya yang saya dapatkan, alangkah kecilnya penghargaan buat seorang guru honor yang sudah menghabiskan waktunya untuk mengajar, menyedihkan … saya terdiam, mau marah tapi tidak tau harus bagaimana, uang yang sedikit itu mana mungkin bisa buat bertahan hidup, hanya cukup untuk beli pulsa … Oh my God, Sudah mendapat gelar sarjana sekalipun belum bisa mendapatkan hasil yang kita harapkan. 

Setelah mendapatkan honor yang sedemikian, saya mulai tidak bersemangat, saya mulai mencari pekerjaan lainnya yang lebih bisa di andalkan, sambil mengajar saya mencari informasi pekerjaan baik melalui teman maupun melalui media masa. Tetapi saya terus mengucap syukur atas pencapaian yang dapat saya lakukan walaupun memperoleh gaji yang sangat-sangat sedikit, rasanya saya tidak bisa meninggalkan profesi guru yang saya geluti. Saya tetap mengajar dan saya mulai bersemangat lagi berkat siswa-siswi yang lucu, polos dan Imut … yah, walaupun gaji nya sedikit tetapi paling tidak saya juga sudah berpartisipasi dalam pembangunan sumber daya manusia Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar